Coretan Albas
SMKN
1 Mojokerto
Usiaku
memang sudah kepala lima dan sudah lebih dari dua puluh tahun mengabdi sebagai
seorang guru. Selama itu pula rutinitas menjadi keseharian. Kalau dilihat dari
kacamata tetangga, rutinitasku sangat mengenakkan. Pergi pagi dengan berpakaian
rapi, pulang sore tepat waktu sesuai dengan jadwal. Dan orang-orang yang
berpapasan di sekitar lingkunganku selalu rutin menyapa dengan pertanyaan
singkat seperti “Berangkat pak?” “Pulang pak?” Itulah bel otomatis untuk
berinteraksi.
Sadar
sebagai seorang guru harus juga mengupgrade pengetahuan. Kuputuskan
untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Aku sudah pernah menempuh S2,
apakah masih perlu untuk seorang guru melanjutkan lagi ke S3. Kalau seorang
dosen mungkin sangat perlu.
Bukankah
Nabi Muhammad bersabda bahwa batas mencari ilmu itu sampai waktu masuk ke liang
lahat. Maka kuputuskan untuk melanjutkan studi S3 diusia yang sudah tidak muda
lagi. Tugas pastinya lebih berat, sementara tubuh dan fikiran sudah menurun.
Bismillah.
Sebagai
pertimbangan pemilihan akhirnya jatuh pada perguruan tinggi di Malang. Jarak
lebih dekat, dan bisa dijangkau dengan kendaraan motor hanya dalam waktu satu
setengah jam. Bisa sebagai penyalur hobiku bermotor yang memang sejak dari
jaman SMA dulu.
Bagi
yang sudah sering melakukan perjalanan darat dengan motor dari Mojokerto ke
Malang pasti mengenal jalur singkat menuju Malang. Menelusuri lereng dan
bukit-bukit terjal yang dikenal dengan jalur Mojokerto – Cangar – Batu –
Malang. Banyak sebutan akan jalur tersebut. Ada yang menyebut sebagai jalur
angker, jalur maut atau jalur tengkorak. Karena memang begitulah kenyataannya.
Dititik
tertentu dan pada waktu tertentu ada lokasi lokasi yang mengeluarkan aroma
bunga. Bagi yang memiliki pikiran mistis, menyebutnya dengan jalur angker
dengan sejuta cerita angkernya. Demikian pula dititik lain sering terjadi
kecelakaan tunggal karena rem blong. Atau tidak pandai mengendalikan di
tikungan tajam. Mereka menyebut dengan jalur maut atau jalur tengkorak.
Jalur
itu selama lima tahun ini kulalui dengan rutin setiap akhir pekan. Hafal seluk
beluk jalur itu sampai dimana saya harus membelokkan stang motor ke kiri atau
ke kanan. Kapan harus menaikkan gas atau menguranginya. Kapan harus menginjak
rem dan sebagainya.
Bahkan
waktupun bukan lagi penghalang. Biasanya orang akan menghindari lewat jalur itu
apabila selesai magrib. Karena hutan lebat disepanjang jalur itu gelap gulita
tanpa penerangan. Akan membuat nyali menjadi drop.
Tapi
bagiku bukan jadi halangan. Di atas jam sembilan malampun kalau memang sudah
harus pulang, aku tetap lewat jalur itu. Sudah sering selama lima tahun ini
lewat jalur itu tanpa bertemu atau berpapasan dengan pengendara lain. Saking
sepinya saya sebut jalur itu sebagai jalan pribadi Malang Mojokerto.
Montanadua
hotel
Agustus
2022


0 Komentar