
Coretan Albas
SMKN
1 Mojokerto
Nurbaiti,
nenek umur 58 tahun itu tetap semangat membawa dagangan buah ke pasar. Buah
hasil dari pekarangan rumah ia kumpulkan dalam keranjang bulat terbuat dari
anyaman bilah bambu. Berjalan sejak habis subuh menuju pasar yang jaraknya tidak
begitu jauh, sekitar satu kilometer. Sepanjang perjalanan banyak orang yang menyapanya,
karena pekerjaan itu rutin dilakukan. Jalan yang dilalui juga sama tiap harinya
sehingga orang yang ditemuinya juga sama.
Sapaan
akrab tetangga ibarat irama lagu yang selalu menjadi pengiring perjalanannya.
Tidak perlu headset seperti anak
muda sekarang yang jika berjalan sendirian sambil bernyanyi kecil, acuh pada
orang sekitarnya.
Sampai
di pasar, dagangannya langsung diserbu pelanggan. Untuk menurunkan dagangan
dibantu oleh ibu-ibu lain yang sudah antri. Kebetulan hari ini nenek Nurbaiti
membawa buah sawo. Nenek selalu menyapa akrab setiap pelanggan yang bertransaksi.
Itu dilakukan karena bukan hanya hubungan ekonomi yang diraih tetapi hubungan
sosial juga tetap perlu dijaga.
Kebanyakan
pelanggan nenek Nurbaiti adalah ibu-ibu yang akan menjual lagi ke anak-anak SD.
Jadi harga yang diberikan nenek tergolong murah. Karena nenek merasa terharu
jika melihat anak-anak SD berangkat sekolah. Beliau teringat akan cucunya yang
tinggal di kota lain bersama keluarganya. Dengan berjualan buah yang terjangkau
anak SD seakan juga memberi buah yang sama untuk cucunya di kota.
Selang
beberapa lama dagangan nenek tinggal sedikit lagi. Kebetulan ada kerabatnya dari
desa lain berbelanja ke pasar. Beliau menyapa lalu menanyakan kondisi
keluarganya. Sambil mengambil lima buah sawo dan membungkus dengan kantong
kresek putih.
“Ini
untuk cucuku Udin ya” pesan nenek ke kerabatnya walau dia tidak sedang membeli
dagangannya.
“Terima
kasih Nek, nanti saya sampaikan” jawab kerabat itu.
Begitulah
cara bersedekah nenek ke kerabatnya. Selalu saja menitipkan buah tangan atau
oleh-oleh baik dari sisa dagangannya atau membelikan jajanan apabila dagangannya
sendiri sudah habis.
Begitu
dagangan nenek habis, ia bergegas berbelanja kebutuhan rumah tangga. Mulai dari
bumbu dapur yang sudah habis, sampai pada kebutuhan lain seperti gerabah rumah tangga
yang diperlukan. Tak lupa nenek juga membeli beberapa jajanan ringan.
Kerabat
nenek banyak di kampung itu, karena nenek asli orang setempat. Selepas dari
pasar, nenek tidak langsung pulang. Tetapi mampir dulu ke salah satu
kerabatnya. Hal itu dilakukan bergantian, dari kerabat yang satu, besok ke
kerabat yang lain. Setelah berbincang santai dan dirasa cukup baru nenek pulang
kerumahnya. Tentu tidak lupa memberi jajanan untuk anak balita mereka yang
masih belum sekolah.
Di
rumah nenek tinggal sendirian. Semua anaknya sudah berumah tangga. Tetapi nenek
tidak pernah kesepian. Ada tiga teman sosialita yang rutin menemani nenek
sehari hari. Mbah Maryam, mbah Naki dan mbah Atro, sudah tau jam berapa nenek
pulang dari pasar. Ketiganya adalah para janda tua yang kurang mendapat
perhatian dari anak-anaknya.
Sekitar
jam sebelas pagi ketiga teman sosialita nenek sudah hadir di rumah. Pasti
ketiganya sudah sigap dengan tugas masing-masing. Mbah Maryam membersihkan
rumah, mbah Atro mencuci peralatan dapur sambil memasak, dan mbah Naki mencuci
pakaian nenek. Mereka masak bersama, makan bersama, sambil bercerita-cerita.
Dipekarangan
nenek cukup luas, biasanya mbah Naki berkeliling pekarangan melihat buah yang
sudah siap panen. Di tempat lain mbah
Atro memberi makan ayam peliharaaan nenek. Kehidupan keseharian nenek sangat
terbantu oleh keberadaan mereka. Teman nyata walau hanya berempat akan lebih
bermakna dibanding teman seribu di dunia maya. Terbayangkan keakraban mereka,
suara percakapan mengisi ruang-ruang kamar dan dapur diiringi oleh suara radio
yang memutar gending gending lagu kesukaan mereka.
Montanadua Hotel
Agustus 2022

0 Komentar